Analisis
Desentralisasi Asimetris Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Sepanjang sejarah perjalanan pemeritahan daerah kini telah
mulai banyak mengalami pergeseran dari aspek regulasi pembentukan peraturan
perundang-undangan. Perjalanan itu dapat ditandai dengan pembentukan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Seiring itu
perjalanan otonomi pun banyak mengalami permasalahan dari segi regulasi
(pembentukan peraturan perundang-undangan).
Konsep desentralisasi dan dekosentrasi seringkali
didikotomikan bahwa seakan-seakan konsep yang satu lebih baik dibanding dengan
yang lain. Padahal jika difikir bahwa tidak ada satu pun konsep yang tepat (one size fits for all) untuk diterapkan.
Hal tersebut bergantung pula pada sistem pemerintahan yang dianut oleh suatu
negara. Maka tidak mengherankan jika banyak terjadi perbedaan pemahaman tentang
desentralisasi, bahkan hal yang paling menarik perhatian yaitu adanya rasa
kekhawatiran atas berjalannya proses desetralisasi tersebut dalam bingkai
negara kesatuan. Perumusan tentang desentralisasi dapat dilihat dalam tiga
Undang-Undang pemerintahan daerah yang pernah ada yaitu Undang-Undang Nomor 22
tahun 1999, Undang-Undang 32 tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014.
Adapun rumusan dari masing-masing undang-undang tersebut
yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999
bahwa
“penyerahan urusan
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka negara
kesatuan Republik Indonesia.
2. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 bahwa
“ penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusuan pemerintahan dalam sistem negara kesatuan Republik Indonesia.
3. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
bahwa
“penyerahan
urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas
otonomi”
Dari ketiga rumusan undang-undang tersebut diatas, terutama
dalam UU No. 22 tahun 1999 bahwa penekanan
negara kesatuan Republik Indonesia dalam undang-undang tersebut merupakan
bentuk pembatasan agar kewenangan luas yang telah diberikan oleh pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah dimaksudkan agar tidak mengarah kepada
federalisasi. Hal itu dapat dilihat melaui pengaturan tidak adanya hubungan
hirarki antar satuan pemerintahan. Hal ini merupakan dampak dari luasnya
wewenang yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
khususnya pada kabupaten/kota menimbulkan banyak kesulitan bagi pusat secara
berjenjang untuk mengkordinasikan penyelenggaraan urusan atau wewenang di
daerah. Walaupun sumber utama kewenangan tersebut adalah pemerintah pusat,
tetapi dalam konteks perpolitikan yang
sangat demokratis pada saat masa itu sehingga menyebabkan daerah menjauh dari
pemerintah pusat.
Pemerintah daerah memutuskan untuk secara mandiri mengurusi
segala hal yang terkait dengan penyelenggaraan daerahnya termasuk keuangan,
kelembagaan, sumber daya alam dan sumber daya manusia. Apabila penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang dilakukannya dalam rangka untuk tujuan otonomi
tentunya tidak akan menimbulkan permasalahan karena dapat memberikan dampak
positif terhadap masyarakat terutama untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Namun, persoalannya saat ini adalah persoalan implementasi atau praktik otonomi
yang dilakukan oleh daerah dengan kebebasan yang seluas-luasnya hanya dinikmati
oleh para elit poltik saja.
Dalam UU No 32 tahun 2004, pemahaman
dan pemaknaan desentralisasi lebih ditekankan pada urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah harus sesuai dengan prinsip akuntabilitas
dan efisiensi. Kebebasan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan daerahnya
harus dilakukan pembatasan, bahwa pembatasan yang dilakukan adalah pembatasan
pelaksanaan urusan daerah tersebut harus berada dalam sistem kerangka negara
kesatuan. Hal ini dimaksudkan bahwa pemerintah pusat sebagai pemegang urusan
maka mempunyai kewenangan untuk melakukan kontrol, melakukan pembinaan dan
pelatihan ke daerah-daerah agar urursan yang telah diberikan dapak dilaksanakan
dengan baik.
UU No. 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah yang baru
saja diberlakukan, yang mana undang-undang ini semakin memberikan penekanan
terhadap proses desentralisasi dengan ruang lingkup yang lebih terbatas pada
penyelenggaraan otonomi daerah. Dengan perkataan lain bahwa yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dengan asas otonomi hanyalah sebatas urusan yang termasuk
dalam kategori urusan konkuren dengan klasifikasi urusan pemerintahan wajib
yang berhubungan dengan pelayanan dasar
yang meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang,
perumahan rakyat dan kawasan pemukiman, ketentraman, ketertiban umum, dan
pelindungan masyarakat, dan sosial. Urusan-urusan tersebut merupakan urusan
yang menjadi skala prioritas bagi pemerintah daerah. Apabila hal ini dikaitkan
dengan asas otonomi yang maknanya adalah kebebasan maka akan sangat sulit bagi
suatu daerah untuk bebas seperti sebelumnya walaupun daerah memiliki hak untuk membuat
kebijakan dalam rangka pelakasanaan urusan tersebut.
Dalam membuat suatu kebijakan yang terkait pelaksanaan
tersebut daerah diwajibkan agar berpedoman pada norma, kriteria, standar dan
prosedur yang sesuai atau telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Apabila
kebijakan yang telah dibuat bertentangan dengan apa yang sudah ditetapkan maka
pemerintah pusat berhak dan berwenang untuk membatalkan kebijakan daerah
tersebut. Dalam UU No 23 tahun 2014, untuk penyelenggaraan urusan pemerintah
pusat yang termasuk dalam kategori konkuren dilakukan dengan pola yang berbeda
apabila dibandingkan dengan UU 32 tahun 2004, karena dengan konsep dekonsetrasi
yang diperluas, sehingga pemerintah pusat dapat membentuk kembali kelembagaan
pusat di daerah.
Pada masa UU No. 22 tahun 1999,
pemerintah kabupaten/kota steril dari proses dekonsetrasi karena konsep
desentralisasi yang utuh, maka berkaitan dengan UU No. 23 tahun 2014 pemerintah
kabupaten/kota mulai dijalankan urusan atau kewenangan yang menajdi wewenang
pemerintah pusat dengan urusan pemerintahan umum. Ini merupakan bagian dari
proses dekonsentrasi yang bermakna pada pelimpahan sebagian urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pusat,
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, atau kepada kepada gubernur dan
bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.
Pemahaman mengenai desentralisasi
asimetris berkaitan dengan kewenangan yang seluas-luasnya yang dimiliki oleh
daerah untuk mengatur dan mengurus sesuai dengan hak-hak yang hidup dalam
masyarkat dan diakui, maka sifat kemajemukan di tiap-tiap daerah akan sangat
sulit untuk dikembangkan. Karena ruang bebas yang dimiliki oleh daerah untuk
mengatur daerahnya menjadi terbatas karena muatan perda yang mana dimaksudkan
untuk menjalankan peraturan yang lebih tinggi. Sehingga dengan berlakunya UU
No. 23 tahun 2014, telah menggeser kewenangan luas untuk kekhususan suatu
daerah yang diletakkan pada provinsi dengan maksud bahwa daerah kabupaten/kota
menjadi inti dari desentralisasi. Karena urusan dekonsentrasi akan ikut
beriringan dengan desentralisasi. Sehingga UU No. 23 tahun 2014 akan berdampak
pada kekhususan yang ada di Papua dan Aceh yang sudah ditetapkan dengan
undang-undang yang pada akhirnya akan melaksanakan atau menjalankan urusan
pemerintahan yang menjadi telah menjadi kewenangannya akan sama dengan daerah
otonom kekhususan, kecuali untuk hal-hal yang sudah dikhususkan misalnya
kelembagaan (MRP, DPRP, Partai lokal). Namun, semua itu belum mencerminkan
makna asimetrikal, tetapi lebih sebagai bagian dari upaya menjaga
disintegritas. Oleh karena itu kebijakan pemerintah adalah memberikan perbedaan
antara daerah kekhususan dengan daerah non kekhususan dari segi pembiayaan dan
bentuk, tetapi tidak sepenuhnya kewenangan atau urusan. Pembiayaan itupun yang
diperuntukkan untuk papua tidak berlaku selamanya karena kebijakan tersebut
bersifat affirmative dalam rangka mempercepat perwujudan pemerataan dan
keadilan sosial.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999
Undang-Undang 32
Tahun 2004
undang-undang Nomor
23 Tahun 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar