Sabtu, 08 Agustus 2015

Kematian Hukum Di Indonesia



 KEMATIAN HUKUM DI INDONESIA

Oleh. Kardiansyah Afkar

            Hukum tidak bisa meminggirkan secara total bentuk – bentuk tatanan atau penataan sosial di bangsa Indonesia. Kehadiran hukum modern yang sebagai tipe khas (distinct type), kemudian diadopsi oleh hukum Indonesia merupakan hal yang relatif baru, jauh sesudah kehadiran tatanan hukum asli bangsa Indonesia yang sudah bekerja ratusan tahun yang lalu. Hal ini di sebabkan karena tatanan yang sudah ada tersebut tidak memberikan hasil yang sangat baik bagi penerapan dan bekerjanya sistem hukum di Indonesia. Dengan demikian, fenomena hukum di Indonesia menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Mengamati dari perilaku penerapan dan bekerjanya hukum di Indoenesia.
            Korupsi di Negara kita dapat dijadikan sebagai salah satu contoh kasus dari berbagai macam kompleksitas permasalahan hukum yang terjadi di Indonesia, kasus korupsi yang terjadi di bangsa ini tidak lagi mengenal tempat dan lembaga manapun. Jika kita melihat kasus korupsi yang terjadi hampir di setiap institusi atau lembaga pemerintahan bahkan institusi penegak hukum pun tak lepas dari Corruption. Hal tersebut menggambarkan bahwa bangsa ini telah mengalami kematian hukum. Sebagai contoh, yang konkrit yang dapat dijadikan sebagai rujukan mengenai kematian hukum di Indonesia yaitu; pertama, kasus yang menimpah Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai The Guardian of Constitution, benteng terakhir dari penegakan hukum di Indonesia kini telah runtuh karena persoalan kasus suap sengketa pemilukada Kabupaten Lebak Bulus yang dilakukan oleh Akil Mochtar mantan ketua Mahkamah Konstitusi. Kedua, kasus korupsi simulator Surat Izin Mengendara (SIM) yang dilakukan oleh seorang berpangkat jendral polisi bintang satu yaitu Irjen. Djoko Susilo sebagai Dirjen di Korlantas POLRI. Kasus yang terjadi di kedua institusi itu semakin menambah daftar buruk institusi penegak hukum semakin tercoreng di bangsa ini.
            Dari kasus tersebut diatas penulis berpandangan bahwa penataan sistem hukum di Indonesia masih kurang baik dan sudah tidak sesuai lagi dengan tatanan sistem hukum dan perkembangan zaman yang semakin modern sehingga dapat menyebabkan penegakan hukum di Indonesia mengalami ke-vakuman.
            Menurut penulis, tatanan hukum dan penegakan hukum di indonesia bisa lebih baik jika digunakan pendekatan melalui teori hukum  Philippe Nonet dan Philip Selznick dalam bukunya yang berjudul Responsif law. Philippe Nonet dan Philip Seilznick telah melakukan pembatasan dan pembagian wewenang dalam penataan tatanan hukum dari tiga tipe hukum yaitu; pertama, Hukum Represif, hukum dipandang sebagai abdi kekuasaan represif dan perintah dari yang berdaulat (pengemban/pemegang kekuasaan politik) yang memiliki kewenangan diskresioner tanpa batas. Sehingga dalam tipe hukum ini, hukum dan Negara serta hukum dan politik tidak dapat dipisahkan, sehingga aspek instrumental dari hukum sangat dominan ( mengemuka, lebih menonjol, kepermukaan) ketimbang aspek ekspresifnya.  Kedua, Hukum Otonom, hukum dipandang sebagai institusi mandiri yang mampu mengendalikan represi dan melindungi integritasnya sendiri. Tatanan hukum otonomius berintikan pada pemerintahan  “Rule of law”, subordinasi putusan pejabat pada hukum, integritas hukum, dan dalam kerangka tersebut institusi hukum serta cara berpikir mandiri dari tipe hukum otonom  memiliki batas – batas yang jelas. Dalam tipe hukum otonom ini keadilan prosedural sangat ditonjolkan. Ketiga, Hukum Responsif, Hukum ini dipandang sebagai fasilitator respon atau sarana tanggapan terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial.  Hukum responsif berfungsi sebagai norma kritik. Dengan demikan dapat mengendalikan diskresi administratif serta melunakkan resiko  “institutional surrender” . Dalam tipe hukum responsif aspek ekspresif dari hukum lebih mengemuka ketimbang dalam dua tipe hukum lainnya dan keadilan substantif dipentingkan di samping keadilan prosedural.
            Melihat persoalan hukum di bangsa ini dengan menggunakan ketiga tipe hukum yang telah dikemukakan oleh Philip Nonet dan Philip Selznick tersebut maka penulis dapat menyimpulkan bahwa ketiga tipe tatanan hukum tersebut belum diterapkan di dalam sistem tatanan hukum Indonesia. Maka untuk mereduksi terjadinya ke-vakuman hukum atau memperbaiki kembali penataan sistem hukum kita, maka perlu kiranya ketiga tatanan hukum tersebut diterapkan guna menyelamatkan bangsa Indonesia dari kematian hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar