Konstitusionalitas Calon
Tunggal Kepala Daerah
Oleh. Kardiansyah Afkar
Telah Dimuat di Koran harian Kendari Pos
Polemik Pilkada serentak yang akan digelar pada 9 Desember
2015, kini memasuki babak baru. Permasalahan yang hangat menjadi perdebatan saat
ini ialah mengenai persoalan calon tunggal kepala daerah. Perdebatan ini
menimbulkan pelbagai spekulasi permasalahan yaitu; Pertama, bahwa calon tunggal pada pilkada serentak tidak
mencerminkan sistem demokrasi yang di bangun bangsa Indonesia. Kedua, calon tunggal kepala daerah tidak
diatur dalam UU Pilkada dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Dan Ketiga, bahwa calon tunggal kepala
daerah mencederai proses pemilihan dan hak asasi manusia.
Atas dasar ketiga permasalahan tersebut maka calon
tunggal kepala daerah pada Pilkada serentak tidak dimungkinkan karena tidak
diatur dalam Peraturan KPU. Dampak dari hal persoalan itu maka daerah yang
hanya ada satu pasangan calon (calon tunggal) pada Pilkada serentak tahun ini
akan ditunda. Tentu penundaan tersebut akan memberikan dampak yang kurang baik
dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah selama masa transisi peralihan
kekuasaan kepala daerah tersebut serta dapat menambah beban pekerjaan rumah KPU
pada Pilkada serentak 2017. Sebenarnya persoalan calon tunggal kepala daerah
pada Pilkada serentak tahun ini, sangat dimungkinkan dalam proses demokrasi
bangsa Indonesia. Tentu hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan mendasar yaitu;
Pertama, apakah calon tunggal
dianggap bertentangan dengan proses demokrasi dan mencederai proses Pimilihan. Kedua, bahwa calon tunggal kepala daerah
dianggap tidak memiliki landasan yuridis serta krisis legitimasi oleh rakyat. Ketiga, bagaimanakah proses legitimasi
terhadap calon tunggal kepala daerah yang terpilih secara aklamasi.
Dari ketiga pertanyaan tersebut diatas, penulis akan
memberikan sebuah pandangan baru yang dapat dijadikan sebuah rujukan terhadap
polemik calon tunggal kepala daerah. Penulis berpandangan bahwa calon tunggal
kepala daerah sangat dimungkinkan pada Pilkada serentak tahun ini. Calon
tunggal kepala daerah merupakan hal yang dapat saja terjadi di suatu daerah.
Sehingga untuk mengatasi persoalan tersebut, penulis berpandangan bahwa apabila
di suatu daerah hanya ada satu pasangan calon (calon tunggal) saja, maka
pemerintah tidak perlu melakukan penundaan. Sebab calon tunggal kepala daerah
bukanlah hal yang bertentangan dengan sistem demokrasi bangsa Indonesia dan tidak
pula menciderai proses Pilkada. Karena calon tunggal kepala daerah merupakan
hasil dari buah demokrasi bangsa Indonesia. Sebab calon tunggal kepala daerah
diusulkan oleh partai politik atau gabungan dari beberapa Partai Politik
(Parpol) maupun calon perseorangan. Maka calon kepala daerah yang telah
diusulkan oleh Parpol atau gabungan dari beberapa Parpol serta calon
perseorangan adalah merupakan hasil demokrasi perwakilan yang mana calon
tunggal tersebut telah memperoleh legitimasi dari rakyat secara tidak langsung
melalui perantara Parpol atau gabungan beberapa Parpol serta calon perseorangan
sebagaimana yang ditentukan dalam Peraturan KPU. Artinya bahwa calon tunggal
tersebut dapat dipilih secara aklamasi karena hal tersebut merupakan hasil dari
buah demokrasi yang telah terkonsolidasikan oleh Parpol sebagai bagian dari
representasi rakyat.
Adapun proses legitimasi dari kepala daerah yang
terpilih secara aklamasi yaitu dapat dilakukan dengan mekanisme membuat berita
acara penetapan/pengesahan oleh DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dan Komisi
Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi, Kabupaten/Kota. Kemudian hasil tersebut
diserahkan kepada kementrian dalam negeri (Kemendagri). Penetapan oleh DPRD Provinsi,
Kabupaten/Kota merupakan legitimasi kedaulatan rakyat sebagai lembaga
perwakilan rakyat. Sehingga kepala daerah yang berasal dari calon tunggal tidak
mengalami krisis legitimasi oleh rakyat. Walaupun tidak diatur dalam UU Pilkada
maupun Peraturan KPU.
Sehingga, penetapan/pengesahan oleh DPRD Provinsi,
Kabupaten/Kota dan KPU dapat dijadikan sebagai dasar konstitusionalitas calon
tunggal kepala daerah pada pilkada serentak. Hal lain, yang dapat dilakukan
yaitu Presiden mengeluarkan Perpu terkait calon tunggal kepala daerah. Agar
proses pilkada tahun ini tidak ditunda dan dapat berjalan sebagaimana yang
telah direncanakan oleh pemerintah. Selain itu, hal lain yang dapat pula
dilakukan yaitu revisi Peraturan KPU dengan menambah klausul pasal dalam
peraturan tersebut sehingga calon tunggal kepala daerah dibolehkan serta
membuka ruang yang selebar-selebarnya bagi calon perseorangan tanpa syarat
administrasi yang terbilang rumit. Dengan demikian, demokrasi bangsa Indonesia
lebih berwarna serta kita tidak memaknai demokrasi secara kaku. Dengan kata
lain, demokrasi tersebut dapat dimaknai sebagai demokrasi yang progresif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar