Selasa, 04 Agustus 2015

Konstitusionalitas Calon Tunggal Kepala Daerah



Konstitusionalitas Calon Tunggal Kepala Daerah

Oleh. Kardiansyah Afkar

Telah Dimuat di Koran harian Kendari Pos 


Polemik Pilkada serentak yang akan digelar pada 9 Desember 2015, kini memasuki babak baru. Permasalahan yang hangat menjadi perdebatan saat ini ialah mengenai persoalan calon tunggal kepala daerah. Perdebatan ini menimbulkan pelbagai spekulasi permasalahan yaitu; Pertama, bahwa calon tunggal pada pilkada serentak tidak mencerminkan sistem demokrasi yang di bangun bangsa Indonesia. Kedua, calon tunggal kepala daerah tidak diatur dalam UU Pilkada dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Dan Ketiga, bahwa calon tunggal kepala daerah mencederai proses pemilihan dan hak asasi manusia.

Atas dasar ketiga permasalahan tersebut maka calon tunggal kepala daerah pada Pilkada serentak tidak dimungkinkan karena tidak diatur dalam Peraturan KPU. Dampak dari hal persoalan itu maka daerah yang hanya ada satu pasangan calon (calon tunggal) pada Pilkada serentak tahun ini akan ditunda. Tentu penundaan tersebut akan memberikan dampak yang kurang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah selama masa transisi peralihan kekuasaan kepala daerah tersebut serta dapat menambah beban pekerjaan rumah KPU pada Pilkada serentak 2017. Sebenarnya persoalan calon tunggal kepala daerah pada Pilkada serentak tahun ini, sangat dimungkinkan dalam proses demokrasi bangsa Indonesia. Tentu hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan mendasar yaitu; Pertama, apakah calon tunggal dianggap bertentangan dengan proses demokrasi dan mencederai proses Pimilihan. Kedua, bahwa calon tunggal kepala daerah dianggap tidak memiliki landasan yuridis serta krisis legitimasi oleh rakyat. Ketiga, bagaimanakah proses legitimasi terhadap calon tunggal kepala daerah yang terpilih secara aklamasi.

Dari ketiga pertanyaan tersebut diatas, penulis akan memberikan sebuah pandangan baru yang dapat dijadikan sebuah rujukan terhadap polemik calon tunggal kepala daerah. Penulis berpandangan bahwa calon tunggal kepala daerah sangat dimungkinkan pada Pilkada serentak tahun ini. Calon tunggal kepala daerah merupakan hal yang dapat saja terjadi di suatu daerah. Sehingga untuk mengatasi persoalan tersebut, penulis berpandangan bahwa apabila di suatu daerah hanya ada satu pasangan calon (calon tunggal) saja, maka pemerintah tidak perlu melakukan penundaan. Sebab calon tunggal kepala daerah bukanlah hal yang bertentangan dengan sistem demokrasi bangsa Indonesia dan tidak pula menciderai proses Pilkada. Karena calon tunggal kepala daerah merupakan hasil dari buah demokrasi bangsa Indonesia. Sebab calon tunggal kepala daerah diusulkan oleh partai politik atau gabungan dari beberapa Partai Politik (Parpol) maupun calon perseorangan. Maka calon kepala daerah yang telah diusulkan oleh Parpol atau gabungan dari beberapa Parpol serta calon perseorangan adalah merupakan hasil demokrasi perwakilan yang mana calon tunggal tersebut telah memperoleh legitimasi dari rakyat secara tidak langsung melalui perantara Parpol atau gabungan beberapa Parpol serta calon perseorangan sebagaimana yang ditentukan dalam Peraturan KPU. Artinya bahwa calon tunggal tersebut dapat dipilih secara aklamasi karena hal tersebut merupakan hasil dari buah demokrasi yang telah terkonsolidasikan oleh Parpol sebagai bagian dari representasi rakyat.

Adapun proses legitimasi dari kepala daerah yang terpilih secara aklamasi yaitu dapat dilakukan dengan mekanisme membuat berita acara penetapan/pengesahan oleh DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi, Kabupaten/Kota. Kemudian hasil tersebut diserahkan kepada kementrian dalam negeri (Kemendagri). Penetapan oleh DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota merupakan legitimasi kedaulatan rakyat sebagai lembaga perwakilan rakyat. Sehingga kepala daerah yang berasal dari calon tunggal tidak mengalami krisis legitimasi oleh rakyat. Walaupun tidak diatur dalam UU Pilkada maupun Peraturan KPU.

Sehingga, penetapan/pengesahan oleh DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dan KPU dapat dijadikan sebagai dasar konstitusionalitas calon tunggal kepala daerah pada pilkada serentak. Hal lain, yang dapat dilakukan yaitu Presiden mengeluarkan Perpu terkait calon tunggal kepala daerah. Agar proses pilkada tahun ini tidak ditunda dan dapat berjalan sebagaimana yang telah direncanakan oleh pemerintah. Selain itu, hal lain yang dapat pula dilakukan yaitu revisi Peraturan KPU dengan menambah klausul pasal dalam peraturan tersebut sehingga calon tunggal kepala daerah dibolehkan serta membuka ruang yang selebar-selebarnya bagi calon perseorangan tanpa syarat administrasi yang terbilang rumit. Dengan demikian, demokrasi bangsa Indonesia lebih berwarna serta kita tidak memaknai demokrasi secara kaku. Dengan kata lain, demokrasi tersebut dapat dimaknai sebagai demokrasi yang progresif.

                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar