POLA
KORUPSI DI PERGURUAN TINGGI
Oleh. Kardiansyah Afkar
INTISARI
Maraknya korupsi di Indonesia sampai saat ini belum dapat
diberantas secara tuntas. Korupsi tidak lagi menjadi hal yang tabu untuk
dibicarakan, sebab hampir setiap hari media cetak, elektronik dan televisi
memberitakan kasus-kasus korupsi yang terjadi di seluruh penjuru tanah air.
Saat ini korupsi tidak lagi mengenal ruang
dan waktu, karena hampir disetiap elemen kelembagaan baik institusi
pemerintahan, non pemerintahan, ke-agamaan, pendidikan, swasta, dan lain sebagainya
telah digerogoti tindakan dan perilaku koruptif.
Berdasarkan temuan Indonesian Corruption Watch (ICW), di
sektor pendidikan, kasus korupsi menempati posisi kedua dengan jumlah kerugian
keuangan mencapai 2 (dua) triliun rupiah dalam rentang waktu tahun 2003-2013.
Dari data ini telah menunjukkan bahwa lingkungan pendidikan tidak luput pula
dari praktik koruptif. Ketika dunia pendidikan sudah terjangkit virus korupsi
maka bangsa ini benar-benar mengalami darurat korupsi, karena dunia pendidikan
dapat dianggap sebagai lembaga yang jauh dari praktik korupsi serta merupakan
salah satu tempat untuk membentuk karakter, mentalitas, dan moralitas para
generasi muda penerus bangsa. Jika institusi-institusi pendidikan sudah
digerogoti praktik koruptif, maka ini merupakan sebuah ancaman besar bagi bangsa
Indonesia khususnya dalam dunia pendidikan.
Praktik koruptif
yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi perlu mendapat perhatian dan respon
cepat dalam rangka menyelamatkan dunia pendidikan Indonesia. Perguruan Tinggi
seharusya bersih dari perilaku dan praktik koruptif tetapi hal ini tidak dapat
terhindarkan dari virus-virus korupsi, hal ini dapat saja disebabkan oleh
berbagai faktor misalnya; lemahnya sistem pengawasan internal (SPI),
transparansi penggunaan anggara, dan lain-lain. Untuk menyelamatkan dunia
pendidikan dari virus korupsi maka harus mendapat respon yang cepat serta
dibutuhkan pula suatu langkah konkrit dengan melakukan pencegahan (preventif)
untuk mencegah terjadinya praktik korupsi.
Dalam rangka untuk melakukan tindakan pencegahan terjadinya
praktik korupsi di perguruan tinggi maka terlebih dahulu sangat penting untuk
melakukan deteksi dini mengenai model-model praktik korupsi dalam dunia
pendidikan. Hal ini perlu diketahui untuk dijadikan sebagai acuan dalam
merumuskan suatu model yang dapat diterapkan untuk melakukan pencegahan
terhadap prkatik korupsi di perguruan tinggi. Oleh karena itu, terlebih dahulu
kita harus mengetahui bagaimanakah pola korupsi di perguruan tinggi.
Kata kunci : Pola Korupsi di Perguruan Tinggi.
PATTERNS OF CORRUPTION IN UNIVERSITY
By. Kardiansyah Afkar
ABSTRACT
Corruption in Indonesia has yet to be eradicated totally. It is no longer consider as taboo to talk about, because the print media, electronic and television publicized cases of corruption in all corners of the country for almost every day. Nowadays, corruption is no longer considering the space and time, because in every element of institutions, either it is a government institutions, non-government, religious, educational, private, and so forth have been encroached by the action of corruption.
Based on the finding of Indonesian Corruption Watch (ICW), in the education sector, the corruption case placed second with a number of financial loss reached 2 (two) trillion rupiah in a span of years from 2003 to 2013. This finding shows that even in the aspect of education, there is a practice of corruption. When education is already infected with the virus of corruption, then this nation is really in an emergency, because education can be regarded as institutions away from corrupt practices and is one of the places for shaping the character, mentality and morality of the younger generation as the successor to the nation. If the educational institutions have been subverted with corruptive practices, it will represent a major threat to the Indonesian people, especially in education.
Corruptive practices occurring in universities need an immediate attention and quick response in order to save the world of education in Indonesia. College should be clean of corrupt practices and behaviour, but it can not be avoided from the virus of corruption, this can be caused by various factors such as; weak internal control system (SPI), the transparency of the use of budgets, and others. To save education from the virus of corruption then it must get a fast response and also needed a concrete step to prevent corruption.
In order to take action to prevent the occurrence of corruption in college, it is very important to get an early detection of the models of corrupt practices in education. It is need to be known thus it can be used as reference in formulating a model that can be applied for the prevention of corruption in college. Therefore, we must first determine how is the patterns of corruption in college.
Keywords: Patterns of Corruption in University.
A. Pendahuluan
1.
Latar
Belakang Masalah
Korupsi bukan lagi hal yang tabu untuk diperbincangkan sebab
hampir setiap hari pemberitaan media menyajikan berita dan informasi mengenai
kasus-kasus korupsi yang terjadi di berbagai berbagai sektor baik instansi
pemerintahan maupun swasta. Tindak pidana korupsi banyak terjadi di instansi
pemerintahan, terutama disektor pengelolaan anggaran yang besar (lahan basah).
Oleh karena itu, di era sekarang ini, korupsi tidak lagi mengenal ruang dan
tempat, bahkan hampir di seluruh instansi pemerintahan maupun non pemerintahan
serta sektor swasta telah digerogoti virus yang bernama korupsi. Maka tak heran
jika segala aspek kehidupan di negara ini sudah terkooptasi dengan masalah
korupsi bahkan yang lebih mengejutkan lagi adalah praktik koruptif kini terjadi
di Perguruan Tinggi saat ini tidak dapat terhindar dari praktik-prkatik
koruptif.
Berdasarkan
temuan Indonesian Corruption Watch (ICW), di sektor pendidikan, kasus korupsi
menempati posisi kedua dengan jumlah kerugian keuangan mencapai 2 (dua) triliun
rupiah dalam rentang waktu tahun 2003-2013. Dari data ini telah menunjukkan
bahwa lingkungan pendidikan tidak luput pula dari praktik koruptif. Ketika
dunia pendidikan sudah terjangkit virus korupsi maka bangsa ini benar-benar
mengalami darurat korupsi, karena dunia pendidikan dapat dianggap sebagai
lembaga yang jauh dari praktik korupsi serta merupakan salah satu tempat untuk
membentuk karakter, mentalitas, dan moralitas para generasi muda penerus
bangsa. Jika institusi-institusi pendidikan sudah digerogoti praktik koruptif,
maka ini merupakan sebuah ancaman besar bagi bangsa Indonesia khususnya dalam
dunia pendidikan.
Perguruan Tinggi merupakan salah satu tempat untuk memberikan
pendidikan anti korupsi, namun saat ini malah menjadi salah tempat terjadinya
praktik korupsi. Perguruan Tinggi sebagai salah satu Badan Layanan Umum (BLU)
memiliki peranan penting dalam mencetak generasi muda yang memiliki
semangat anti korupsi dalam rangka
meneruskan tongkat esatafet perjuangan para foundin fathers, salah satunya
adalah dengan memerangi praktik-praktik korupsi. Dengan demikian, tidak
sterilnya Perguruan Tinggi dari praktik korupsi maka dibutuhkan suatu langkah
konkrit untuk melakukan pencegahan dengan melakukan deteksi dini terhadap
mengenai model praktik korupsi keuangan negara dalam lingkungan Perguruan
Tinggi.
2. Rumusan Masalah
Dari uraian permasalahan yang telah diuraikan diatas
tersebut, adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah
1. Bagaimanakah Pola Korupsi Keuangan Negara di Perguruan
Tinggi?
B. Pembahasan
1. Pengelolaan
Keuangan Negara
Negara sebagai badan hukum publik memiliki
fungsi yang wajib diembannya sebagaimana yang termaktub dalam alinea keempat
pembukaan UUD 1945, yang meliputi; 1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, 2) untuk memajukan kesejahteraan umum, 3)
mencerdaskan kehidupan bangsa, 4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial. Keempat hal tersebut tidak dapat
terwujud apabila tidak ditopang dengan keuangan negara sebagai sumber
pembiayaannya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan suatu
pengelolaan keuangan negara yang baik agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam
pelaksanaannya.
Menurut Rene Stours, dalam Adrian Sutedi
menyatakan bahwa hakekat atau falsafah keuangan negara dalam hal ini APBN
adalah The Constitutional Right which a nation possesses to authorize public
revenue and expenditure does not originates from the fact that the members of
nation contribute the payments. This right is based in a loftier idea. The idea
of sovereignty. Jadi, dapat dipahami bahwa pada hakekatnya public revenue and
expenditure APBN adalah kedaulatan
.
Pengelolaan keuangan Negara merupakan bagian dari pelaksanaan pemerintahan
Negara. Pengelolaan keuangan Negara mempunyai arti luas dan sempit. Pengelolaan
keuangan Negara dalam arti luas adalah manajemen keuangan Negara. Sedangkan
dalam arti sempit, pengelolaan keuangan Negara adalah administrasi keuangan
Negara atau tata usaha keuangan. Pengelolaan keuangan Negara adalah
keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan Negara sesuai dengan kedudukan
dan kewenangannya, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pertangungjawaban. Jadi ruang lingkup pengelolaan keuangan Negara
meliputi:
1)
Perencanaan keuangan Negara;
2)
Pelaksanaan keuangan Negara;
3)
Pengawasan keuangan Negara; dan
4)
Pertanggungjawaban keuangan Negara
2. Pengelolaan
Keuangan Perguruan Tinggi
Berdasarkan ketentuan Pasal 220B Ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 66 Tahun 2010 disebutkan bahwa pengelolaan keuangan Universitas
Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Institut
Pertanian Bogor, Universitas Sumatera Utara, Universitas Pendidikan Indonesia, dan
Universitas Airlangga, menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum.
Penyesuaian tata kelola keuangan tersebut diselesaikan paling lambat tanggal 31
Desember 2012. Pola pengelolaan keuangan pada Badan Layanan Umum (BLU)
merupakan pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa
keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk
meningkatkan pelayanan kepada masayarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan
dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai pengecualian dari ketentuan
pengelolaan keuangan negara pada umumnya. Hal yang dimaksudkan sebagai praktik
bisnis yang sehat adalah proses penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan
kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka mewujudkan cita-cita
bangsa.
Pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) merupakan bagian
integral dari pengelolaan keuangan negara, sehingga pengelolaannya tidak boleh
terlepas dari hukum keuangan negara.
3. Pola Korupsi di
Perguruan Tinggi
Korupsi dapat didefinisikan sebagai suatu tindak
penyalahgunaan kekayaan negara (dalam konsep modern), yang melayani kepentingan
umum, untuk kepentingan pribadi atau perorangan. Istilah korupsi dapat pula
mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Di Indonesia Korupsi diatur dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001, yang diatur dalam Bab II Pasal 2 yang menyebutkan bahwa
korupsi adalah “setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”
Berbicara pola perilaku korupsi di negara mana pun, termasuk di negeri ini, secara
teoretis tidak lepas dari masalah birokrasi. Oleh karena itu, tidak ada korupsi yang tidak
melibatkan birokrasi. Dengan demikian, perlu kiranya untuk mengetahui pola-pola
korupsi dalam jejaring birokrasi agar dapat dilakukan suatu pencegahan,
sehingga pemebrantasan korupsi tidak hanya difokuskan dengan mengadili para
koruptor tetapi bagaimana melakukan suatu tindakan pencegahan yang dimulai dari
sistem birokrasi.
Mengenai pola korupsi di Perguruan Tinggi sebenarnya hampir sama dengan
pola-pola korupsi yang terjadi pada umumnya. Berikut ini ada beberapa pola-pola
korupsi yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengidentifikasi pola korupsi
di Perguruan Tinggi. Pola-pola praktik korupsi dapat dikelompokkan dalam
beberapa pola yaitu sebagai berikut:
1)
Pola Konvensional
Pola
ini merupakan yang sangat sederhana yaitu suatu pola korupsi yang mana
seseorang menggunakan uang kantor atau keungan negara secara langsung untuk
keperluan pribadi.
2) Pola kuitansi fiktif
Pola
ini lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan istilah manipulasi atau yang
dikenal sebagai pola penyelewengan. Contoh yang paling sederhana misalnya,
seseorang membeli barang/jasa atau menyelenggarakan sebuah kegiatan. Bukti riel
uang keluar yang harus pertanggungjawabkan oleh orang tersebut terhadap kantor
tempat ia bekerja ialah berdasarkan dengan harga kuitansi asli barang/jasa
tersebut. Namun, agar seseorang tersebut bisa mendapatkan keuntungan maka ia
memalsukan kwitansi pembelian barang/jasa tersebut.
3)
Pola
penyalahgunaan jabatan/wewenang
Pola ini merupakan salah satu pola yang paling banyak
dilakukan oleh seseroang terutama dalam instansi pemerintah, swasta, dan
penegak hukum. Pola inilah yang oleh masyarakat lazim disebut sebagai pungli,
uang pelicin, sogok, suap dan lain-lain.
4)
Pola pemberian hadiah
Pola ini berupa
pemberian hadiah dapat berupa uang atau barang misalnya hadiah lebaran, tahun
baru dan natal. Dalam hal pemberian berupa barang selalu dipersentasekan dengan
nilai persentase nilai transaksi yang telah disepakati. Pola ini kebanyakan
dilakukan agar seseorang yang memberikan hadiah dapat mendapatkan keuntungan
baik berupa proyek, promosi jabatan,dan lain sebagainya.
5)
Pola trading in influence
Pola ini merupakan
salah satu pola baru yang banyak dilakukan oleh orang-orang yang memiliki
jabatan atau pengaruh (kekuasaan). Pola ini lebih dikenal sebagi pola
memperdagangkan pengaruh. Adapaun
contoh dari pola ini dapat dilihat dari kasus papa minta saham yang dilakukan
oleh mantan ketua DPR RI yaitu Setya Novanto, dan kasus yang masih hangat saat
ini adalah kasus pengaturan kuota impor gula yang dilakukan oleh Irman Gusman,
mantan ketua DPD RI.
Dari uraian
tersebut diatas maka dapat diketahui praktik pola-pola korupsi yang pada
umumnya dilakukan baik dalam institusi pemerintahan, swasta, korporasi, maupun
di perguruan tinggi. Untuk praktik korupsi di perguruan tinggi sebenarnya tidak
jauh berbeda dengan pola-pola korupsi tersebut diatas, hanya saja pola korupsi
diperguruan tinggi lebih tertutup dengan rapih, misalnya kasus korupsi
pengadaan lahan dan pembangunan gedung kampus.
Pada dasarnya pola
korupsi yang terjadi di perguruan tinggi pada praktiknya memiliki kesamaan atau
kemiripan dengan pola korupsi yang terjadi dalam sistem birokrasi. Berikut ini
akan saya jelaskan pola-pola korupsi yang selama ini terjadi dalam sistem
birokrasi di negeri ini. Adapun praktik korupsi yang terjadi dalam birokrasi
yakni; pertama, perilaku korupsi
dalam birokrasi secara umum berawal dari tidak profesionalnya para pelaku
birokrasi dalam menyusun anggaran pendapatan dan belanja negara, kedua, pola perilaku korupsi di setiap
instansi/institusi manapun sering kali melakukannya dengan cara tidak
menenderkan suatu proyek yang semestinya harus ditenderkan sesuai dengan
undang-undang, ketiga, pola perilaku
yang sangat kotor dalam dalam jejaring birokrasi adalah korupsi yang dilakukan
secara konspiratif, yang mana pola korupsi seperti ini melibatkan berbagai
pihak dalam poros-poros kekuasaan atau para pengambil kebijakan publik dan
politik (stakeholder).
Untuk mencegah
terjadinya praktik dan pola korupsi seperti tersebut diatas, tentunya
diperlukan dukungan dari semua pihak dalam rangka melakukan pemberantasan
korupsi. Sehingga sistem pengawasan ditiap-tiap institusi, lembaga-lembaga,
maupun di perguruan tinggi memiliki peranan penting untuk mencegah
praktik-praktik korupsi dalam bentuk dan model seperti apapun. Oleh karena itu,
Satuan Pengawasan Internal (SPI) memiliki peranan penting dalam melakukan pencegahan
terjadinya tindak pidana korupsi. selain itu, dibutuhkan pula pengawasan
eksternal dari masyarakat, LSM, dan lembaga-lembaga yang bergerak dibidang anti
korupsi.
C. Penutup
1.
Kesimpulan
Praktik korupsi di perguruan tinggi dilakukan
dengan beberapa pola yaitu pola konvensional, kuitansi fiktif, pemberian hadiah
(gratifikasi), penyalahgunaan jabatan/wewenang dan pola perdagangan pengaruh.
Pada dasarnya korupsi di perguruan tinggi memiliki pola yang tidak jauh berbeda
dengan pola birokrasi, walaupun terdapat perbedaan hanya pada tataran cara
melakukannya, namun polanya tetap sama dengan pola korupsi pada umumnya.
2.
Saran
Untuk mencegah
terjadinya praktik korupsi dengan pola-pola tersebut, maka perlu untuk
memperkuat kedudukan dan kewenangan Satuan Pengawasan Internal (SPI) di
Perguruan Tinggi.
Daftar Pustaka