Jumat, 18 November 2016

Pola Korupsi di Perguruan Tinggi


POLA KORUPSI DI PERGURUAN TINGGI
Oleh. Kardiansyah Afkar

INTISARI
Maraknya korupsi di Indonesia sampai saat ini belum dapat diberantas secara tuntas. Korupsi tidak lagi menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan, sebab hampir setiap hari media cetak, elektronik dan televisi memberitakan kasus-kasus korupsi yang terjadi di seluruh penjuru tanah air. Saat ini korupsi tidak lagi mengenal ruang  dan waktu, karena hampir disetiap elemen kelembagaan baik institusi pemerintahan, non pemerintahan, ke-agamaan, pendidikan, swasta, dan lain sebagainya telah digerogoti tindakan dan perilaku koruptif.
Berdasarkan temuan Indonesian Corruption Watch (ICW), di sektor pendidikan, kasus korupsi menempati posisi kedua dengan jumlah kerugian keuangan mencapai 2 (dua) triliun rupiah dalam rentang waktu tahun 2003-2013. Dari data ini telah menunjukkan bahwa lingkungan pendidikan tidak luput pula dari praktik koruptif. Ketika dunia pendidikan sudah terjangkit virus korupsi maka bangsa ini benar-benar mengalami darurat korupsi, karena dunia pendidikan dapat dianggap sebagai lembaga yang jauh dari praktik korupsi serta merupakan salah satu tempat untuk membentuk karakter, mentalitas, dan moralitas para generasi muda penerus bangsa. Jika institusi-institusi pendidikan sudah digerogoti praktik koruptif, maka ini merupakan sebuah ancaman besar bagi bangsa Indonesia khususnya dalam dunia pendidikan.
 Praktik koruptif yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi perlu mendapat perhatian dan respon cepat dalam rangka menyelamatkan dunia pendidikan Indonesia. Perguruan Tinggi seharusya bersih dari perilaku dan praktik koruptif tetapi hal ini tidak dapat terhindarkan dari virus-virus korupsi, hal ini dapat saja disebabkan oleh berbagai faktor misalnya; lemahnya sistem pengawasan internal (SPI), transparansi penggunaan anggara, dan lain-lain. Untuk menyelamatkan dunia pendidikan dari virus korupsi maka harus mendapat respon yang cepat serta dibutuhkan pula suatu langkah konkrit dengan melakukan pencegahan (preventif) untuk mencegah terjadinya praktik korupsi.
Dalam rangka untuk melakukan tindakan pencegahan terjadinya praktik korupsi di perguruan tinggi maka terlebih dahulu sangat penting untuk melakukan deteksi dini mengenai model-model praktik korupsi dalam dunia pendidikan. Hal ini perlu diketahui untuk dijadikan sebagai acuan dalam merumuskan suatu model yang dapat diterapkan untuk melakukan pencegahan terhadap prkatik korupsi di perguruan tinggi. Oleh karena itu, terlebih dahulu kita harus mengetahui bagaimanakah pola korupsi di perguruan tinggi.

Kata kunci : Pola Korupsi di Perguruan Tinggi.


PATTERNS OF CORRUPTION IN UNIVERSITY
By. Kardiansyah Afkar

ABSTRACT
            Corruption in Indonesia has yet to be eradicated totally. It is no longer consider as taboo to talk about, because the print media, electronic and television publicized cases of corruption in all corners of the country for almost every day. Nowadays, corruption is no longer considering the space and time, because in  every element of institutions, either it is a government institutions, non-government, religious, educational, private, and so forth have been encroached by the action of corruption.
Based on the finding of Indonesian Corruption Watch (ICW), in the education sector, the corruption case placed second with a number of financial loss reached 2 (two) trillion rupiah in a span of years from 2003 to 2013. This finding shows that even in the aspect of education, there is a practice of corruption. When education is already infected with the virus of corruption, then this nation is really in an emergency, because education can be regarded as institutions away from corrupt practices and is one of the places for shaping the character, mentality and morality of the younger generation as the successor to the nation. If the educational institutions have been subverted with corruptive practices, it will represent a major threat to the Indonesian people, especially in education.
Corruptive practices occurring in universities need an immediate attention and quick response in order to save the world of education in Indonesia. College should be clean of corrupt practices and behaviour, but it can not be avoided from the virus of corruption, this can be caused by various factors such as; weak internal control system (SPI), the transparency of the use of budgets, and others. To save education from the virus of corruption then it must get a fast response and also needed a concrete step to prevent corruption.
In order to take action to prevent the occurrence of corruption in college, it is very important to get an early detection of the models of corrupt practices in education. It is need to be known thus it can be used as reference in formulating a model that can be applied for the prevention of corruption in college. Therefore, we must first determine how is the patterns of corruption in college.

Keywords: Patterns of Corruption in University.

A. Pendahuluan
1.      Latar Belakang Masalah
Korupsi bukan lagi hal yang tabu untuk diperbincangkan sebab hampir setiap hari pemberitaan media menyajikan berita dan informasi mengenai kasus-kasus korupsi yang terjadi di berbagai berbagai sektor baik instansi pemerintahan maupun swasta. Tindak pidana korupsi banyak terjadi di instansi pemerintahan, terutama disektor pengelolaan anggaran yang besar (lahan basah). Oleh karena itu, di era sekarang ini, korupsi tidak lagi mengenal ruang dan tempat, bahkan hampir di seluruh instansi pemerintahan maupun non pemerintahan serta sektor swasta telah digerogoti virus yang bernama korupsi. Maka tak heran jika segala aspek kehidupan di negara ini sudah terkooptasi dengan masalah korupsi bahkan yang lebih mengejutkan lagi adalah praktik koruptif kini terjadi di Perguruan Tinggi saat ini tidak dapat terhindar dari praktik-prkatik koruptif.
Berdasarkan temuan Indonesian Corruption Watch (ICW), di sektor pendidikan, kasus korupsi menempati posisi kedua dengan jumlah kerugian keuangan mencapai 2 (dua) triliun rupiah dalam rentang waktu tahun 2003-2013. Dari data ini telah menunjukkan bahwa lingkungan pendidikan tidak luput pula dari praktik koruptif. Ketika dunia pendidikan sudah terjangkit virus korupsi maka bangsa ini benar-benar mengalami darurat korupsi, karena dunia pendidikan dapat dianggap sebagai lembaga yang jauh dari praktik korupsi serta merupakan salah satu tempat untuk membentuk karakter, mentalitas, dan moralitas para generasi muda penerus bangsa. Jika institusi-institusi pendidikan sudah digerogoti praktik koruptif, maka ini merupakan sebuah ancaman besar bagi bangsa Indonesia khususnya dalam dunia pendidikan.
Perguruan Tinggi merupakan salah satu tempat untuk memberikan pendidikan anti korupsi, namun saat ini malah menjadi salah tempat terjadinya praktik korupsi. Perguruan Tinggi sebagai salah satu Badan Layanan Umum (BLU) memiliki peranan penting dalam mencetak generasi muda yang memiliki semangat  anti korupsi dalam rangka meneruskan tongkat esatafet perjuangan para foundin fathers, salah satunya adalah dengan memerangi praktik-praktik korupsi. Dengan demikian, tidak sterilnya Perguruan Tinggi dari praktik korupsi maka dibutuhkan suatu langkah konkrit untuk melakukan pencegahan dengan melakukan deteksi dini terhadap mengenai model praktik korupsi keuangan negara dalam lingkungan Perguruan Tinggi. 
2.      Rumusan Masalah
Dari uraian permasalahan yang telah diuraikan diatas tersebut, adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah
1.      Bagaimanakah Pola Korupsi Keuangan Negara di Perguruan Tinggi?
B. Pembahasan
1.    Pengelolaan Keuangan Negara
Negara sebagai badan hukum publik memiliki fungsi yang wajib diembannya sebagaimana yang termaktub dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945, yang meliputi; 1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, 2) untuk memajukan kesejahteraan umum, 3) mencerdaskan kehidupan bangsa, 4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial. Keempat hal tersebut tidak dapat terwujud apabila tidak ditopang dengan keuangan negara sebagai sumber pembiayaannya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan suatu pengelolaan keuangan negara yang baik agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam pelaksanaannya.
Menurut Rene Stours, dalam Adrian Sutedi menyatakan bahwa hakekat atau falsafah keuangan negara dalam hal ini APBN adalah The Constitutional Right which a nation possesses to authorize public revenue and expenditure does not originates from the fact that the members of nation contribute the payments. This right is based in a loftier idea. The idea of sovereignty. Jadi, dapat dipahami bahwa pada hakekatnya public revenue and expenditure APBN adalah kedaulatan[1].
Pengelolaan keuangan Negara merupakan bagian dari pelaksanaan pemerintahan Negara. Pengelolaan keuangan Negara mempunyai arti luas dan sempit. Pengelolaan keuangan Negara dalam arti luas adalah manajemen keuangan Negara. Sedangkan dalam arti sempit, pengelolaan keuangan Negara adalah administrasi keuangan Negara atau tata usaha keuangan.[2] Pengelolaan keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan Negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertangungjawaban. Jadi ruang lingkup pengelolaan keuangan Negara meliputi:[3]
1)      Perencanaan keuangan Negara;
2)      Pelaksanaan keuangan Negara;
3)      Pengawasan keuangan Negara; dan
4)      Pertanggungjawaban keuangan Negara
2.    Pengelolaan Keuangan Perguruan Tinggi
Berdasarkan ketentuan Pasal 220B Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 disebutkan bahwa pengelolaan keuangan Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Sumatera Utara, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas Airlangga, menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum. Penyesuaian tata kelola keuangan tersebut diselesaikan paling lambat tanggal 31 Desember 2012.[4] Pola pengelolaan keuangan pada Badan Layanan Umum (BLU) merupakan pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masayarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya. Hal yang dimaksudkan sebagai praktik bisnis yang sehat adalah proses penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa. 
Pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) merupakan bagian integral dari pengelolaan keuangan negara, sehingga pengelolaannya tidak boleh terlepas dari hukum keuangan negara.
3.      Pola Korupsi di Perguruan Tinggi
Korupsi dapat didefinisikan sebagai suatu tindak penyalahgunaan kekayaan negara (dalam konsep modern), yang melayani kepentingan umum, untuk kepentingan pribadi atau perorangan.[5] Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi.[6] Di Indonesia Korupsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang diatur dalam Bab II Pasal 2 yang menyebutkan bahwa korupsi adalah “setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”
Berbicara pola perilaku korupsi di negara mana pun, termasuk di negeri ini, secara teoretis tidak lepas dari masalah birokrasi. Oleh karena itu, tidak ada korupsi yang tidak melibatkan birokrasi. Dengan demikian, perlu kiranya untuk mengetahui pola-pola korupsi dalam jejaring birokrasi agar dapat dilakukan suatu pencegahan, sehingga pemebrantasan korupsi tidak hanya difokuskan dengan mengadili para koruptor tetapi bagaimana melakukan suatu tindakan pencegahan yang dimulai dari sistem birokrasi.
Mengenai pola korupsi di Perguruan Tinggi sebenarnya hampir sama dengan pola-pola korupsi yang terjadi pada umumnya. Berikut ini ada beberapa pola-pola korupsi yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengidentifikasi pola korupsi di Perguruan Tinggi. Pola-pola praktik korupsi dapat dikelompokkan dalam beberapa pola yaitu sebagai berikut:
1)      Pola Konvensional
Pola ini merupakan yang sangat sederhana yaitu suatu pola korupsi yang mana seseorang menggunakan uang kantor atau keungan negara secara langsung untuk keperluan pribadi.
2)      Pola kuitansi fiktif
Pola ini lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan istilah manipulasi atau yang dikenal sebagai pola penyelewengan. Contoh yang paling sederhana misalnya, seseorang membeli barang/jasa atau menyelenggarakan sebuah kegiatan. Bukti riel uang keluar yang harus pertanggungjawabkan oleh orang tersebut terhadap kantor tempat ia bekerja ialah berdasarkan dengan harga kuitansi asli barang/jasa tersebut. Namun, agar seseorang tersebut bisa mendapatkan keuntungan maka ia memalsukan kwitansi pembelian barang/jasa tersebut.
3)      Pola penyalahgunaan jabatan/wewenang
Pola ini merupakan salah satu pola yang paling banyak dilakukan oleh seseroang terutama dalam instansi pemerintah, swasta, dan penegak hukum. Pola inilah yang oleh masyarakat lazim disebut sebagai pungli, uang pelicin, sogok, suap dan lain-lain.
4)      Pola pemberian hadiah
Pola ini berupa pemberian hadiah dapat berupa uang atau barang misalnya hadiah lebaran, tahun baru dan natal. Dalam hal pemberian berupa barang selalu dipersentasekan dengan nilai persentase nilai transaksi yang telah disepakati. Pola ini kebanyakan dilakukan agar seseorang yang memberikan hadiah dapat mendapatkan keuntungan baik berupa proyek, promosi jabatan,dan lain sebagainya. 
5)      Pola trading in influence
Pola ini merupakan salah satu pola baru yang banyak dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jabatan atau pengaruh (kekuasaan). Pola ini lebih dikenal sebagi pola memperdagangkan pengaruh. Adapaun contoh dari pola ini dapat dilihat dari kasus papa minta saham yang dilakukan oleh mantan ketua DPR RI yaitu Setya Novanto, dan kasus yang masih hangat saat ini adalah kasus pengaturan kuota impor gula yang dilakukan oleh Irman Gusman, mantan ketua DPD RI.
Dari uraian tersebut diatas maka dapat diketahui praktik pola-pola korupsi yang pada umumnya dilakukan baik dalam institusi pemerintahan, swasta, korporasi, maupun di perguruan tinggi. Untuk praktik korupsi di perguruan tinggi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pola-pola korupsi tersebut diatas, hanya saja pola korupsi diperguruan tinggi lebih tertutup dengan rapih, misalnya kasus korupsi pengadaan lahan dan pembangunan gedung kampus.
Pada dasarnya pola korupsi yang terjadi di perguruan tinggi pada praktiknya memiliki kesamaan atau kemiripan dengan pola korupsi yang terjadi dalam sistem birokrasi. Berikut ini akan saya jelaskan pola-pola korupsi yang selama ini terjadi dalam sistem birokrasi di negeri ini. Adapun praktik korupsi yang terjadi dalam birokrasi yakni; pertama, perilaku korupsi dalam birokrasi secara umum berawal dari tidak profesionalnya para pelaku birokrasi dalam menyusun anggaran pendapatan dan belanja negara, kedua, pola perilaku korupsi di setiap instansi/institusi manapun sering kali melakukannya dengan cara tidak menenderkan suatu proyek yang semestinya harus ditenderkan sesuai dengan undang-undang, ketiga, pola perilaku yang sangat kotor dalam dalam jejaring birokrasi adalah korupsi yang dilakukan secara konspiratif, yang mana pola korupsi seperti ini melibatkan berbagai pihak dalam poros-poros kekuasaan atau para pengambil kebijakan publik dan politik (stakeholder).[7]
Untuk mencegah terjadinya praktik dan pola korupsi seperti tersebut diatas, tentunya diperlukan dukungan dari semua pihak dalam rangka melakukan pemberantasan korupsi. Sehingga sistem pengawasan ditiap-tiap institusi, lembaga-lembaga, maupun di perguruan tinggi memiliki peranan penting untuk mencegah praktik-praktik korupsi dalam bentuk dan model seperti apapun. Oleh karena itu, Satuan Pengawasan Internal (SPI) memiliki peranan penting dalam melakukan pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi. selain itu, dibutuhkan pula pengawasan eksternal dari masyarakat, LSM, dan lembaga-lembaga yang bergerak dibidang anti korupsi.
             C.    Penutup
1.      Kesimpulan
Praktik korupsi di perguruan tinggi dilakukan dengan beberapa pola yaitu pola konvensional, kuitansi fiktif, pemberian hadiah (gratifikasi), penyalahgunaan jabatan/wewenang dan pola perdagangan pengaruh. Pada dasarnya korupsi di perguruan tinggi memiliki pola yang tidak jauh berbeda dengan pola birokrasi, walaupun terdapat perbedaan hanya pada tataran cara melakukannya, namun polanya tetap sama dengan pola korupsi pada umumnya.  
2.      Saran
Untuk mencegah terjadinya praktik korupsi dengan pola-pola tersebut, maka perlu untuk memperkuat kedudukan dan kewenangan Satuan Pengawasan Internal (SPI) di Perguruan Tinggi.


 Daftar Pustaka
    Buku-Buku
    Sutedi, Adrian, 2012, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta.   
    Saidi, Muhammad Djafar, 2011, Hukum Keuangan Negara, Cetakan ke-2, Rajawali Pers, Jakarta.
   Jeddawi, H. Murtir, 2009, Mengefektifkan Peran Birokrasi Untuk Memangkas Perilaku Korupsi, Total  Media, Yogyakarta.
   Peraturan Perundang-undangan
   Peraturan Pemerintah Nomor. 66 Tahun 2010.
  Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150.
   Internet
   http://www.antikorupsi.org/en/content/pola-korupsi-dalam-birokrasi, di akses pada Tanggal 8 Oktober 2016.




[1] Adrian Sutedi, 2012, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.10.
[2] Ibid. hlm. 120                                                                                                
[3] Muhammad Djafar Saidi, 2011, Hukum Keuangan Negara, Cetakan ke-2, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 21.
[4] Pasal 220B Ayat (3) PP No. 66 Tahun 2010.
[5] H. Murtir Jeddawi, 2009, Mengefektifkan Peran Birokrasi Untuk Memangkas Perilaku Korupsi, Total  Media, Yogyakarta, hlm. 62.
[6] Ibid.s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar