BAB I
PENDAHULUAN
Sistem penyelenggaraan pemerintahan
negara merupakan unsur penting dalam suatu negara. Oleh karena itu, maka tidak
berlebihan apabila salah satu faktor penentu krisis nasional dan berbagai
persoalan yang melanda bangsa Indonesia bersumber dari kelemahan di bidang
manajemen pemerintahan, terutama birokrasi, yang tidak lagi mengindahkan
prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik.
Asas - asas umum pemerintahan yang
baik (Algemene Behoorlijk Van Bestuur/General
Principle Of Good Administration) merupakan jembatan antara norma hukum dan
norma etika. Asas - asas tersebut ada yang tertulis dan tidak tertulis. Asas
ini sebagai perwujudan pemerintahan yang baik, baik dari sistem dan pelaksanaan
pemerintahan. Pada dasarnya dengan adanya kewenangan bagi administrasi negara
untuk bertindak secara bebas dalam melaksanakan tugas-tugasnya maka ada
kemungkinan bahwa administrasi negara melakukan perbuatan yang menyimpang dari
peraturan – peraturan yang berlaku sehingga dapat merugikan masyarakat luas.
Oleh sebab itu, sangat perlu adanya asas – asas pemerintahan untuk membatasi
dari wewenang administrasi tersebut sehingga terhindar dari pelampauan
wewenang. Dalam Perundangan-undangan formal kita yang tertulis sebagaimana yang
tertuang dalam sebuah naskah UU. Di dalam UU tersebut sudah mengatur tentang
asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu dalam UU RI No. 28 Tahun 1999
tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, UU RI No. 32
tahun 2004 tentang pemerintah daerah, dan UU RI No. 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
Di dalam UU RI No. 28 Tahun 1999
tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN Pasal 1 (6) yaitu
Asas umum pemerintah, Asas Umum Pemerintahan Negara yang Baik adalah asas yang
menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, untuk
mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
masalah tersebut diatas maka penulis dapat merumuskan beberapa masalah dalam
penulisan makalah ini agar pembahasan didalam makalah ini tidak keluar dari
konteks rumusan masalah yang telah ada. Adapun rumusan masalah dalam penulisan
makalah ini adalah sebaga berikut :
1. Keunggulan
dan kelemahan penggunaan asas umum pemerintahan yang baik ?
2. Bagaimana
kedudukan asas – asas umum pemerintahan yang baik dalam hukum formal ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Terbentuknya Asas – Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB)
Sejak
dianutnya konsepsi welfare staat dan
menimbulkan adanya kekuasaan freies
Ermessen, timbulah suatu kekhawatiran dari warga Negara atas terjadinya
kesewenang-wenangan oleh pemerintah. Oleh karena itu pada tahun 1946 pemerintah
Belanda membuat suatu komisi yang
diketuai oleh De Monchy, Komisi ini selanjutnya disebut dengan komisi de
Monchy.
Komisi
ini bertujuan untuk memikirkan dan meneliti beberapa alternative untuk
meningkatkan perlindungan hukum dari tindakan pemerintah yang menyimpang. Pada
tahun 1950 komisi De Monchy kemudian melaporkan hasil penelitiannya tentang “verhoodgde rechtsbescherming” dalam
bentuk Algemene Beginselen van Behorlijk Bestuur (ABBB) atau dapat pula disebut AAUPB. Namun, hasil dari penelitian
komisi ini tidak seluruhnya disetujui pemerintah. oleh karena, itu komisi ini
pada akhirnya dibubarkan dan dibentuk komisi yang baru, komisi ini bernama
komisi van de Greenten dan komisi ini
pun pada akhirnya dibubarkan juga.
Dibubarkannya
ke dua komisi diatas disebabkan karena pemerintah Belanda sendiri pada waktu itu tidak
sepenuh hati dalam upaya meningkatkan perlindungan hukum warga negaranya.
Meskipun demikian ternyata hasil penelitian De Monchy ini digunakan dalam
pertimbangan putusan-putusan Raad van State dalam perkara administrasi. Dengan
kata lain, walaupun AAUPB ini tidak mudah dalam memasuki
wilayah birokrasi tetapi lain halnya dalam bidang peradilan.
Di
Belanda, asas-asas umum pemerintahan dikenal dengan Algemene Beginselen van
Behoorllijke Bestuur (ABBB). Di Inggris dikenal dengan The Principal of Natural
Justice. Di Perancis disebut dengan Les Principaux Generaux du Droit Coutumier
Publique. Di Belgia disebut dengan Aglemene Rechtsbeginselen. Di Jerman dikenal
sebagai Verfassung Prinzipien. Di Indonesia dikenal dengan Asas-Asas Umum
Pemerintahan yang Baik (AAUPB). Di Belanda, asas-asas umum pemerintahan yang baik (ABBB) dipandang sebagai norma hukum tidak
tertulis, namun tetap harus ditaati oleh pemerintah. Diatur dalam Wet AROB
(Administrative Rechtspraak Overheidsbeschikkingen) yakni Ketetapan-Ketetapan
Pemerintah dalam Hukum Administrasi oleh Kekuasaan Kehakiman tidak bertentangan
dengan apa dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-asas yang berlaku (hidup) tentang
pemerintahan yang baik.
Hal ini dimaksudkan bahwa asas - asas
tersebut sabagai asas yang hidup dalam system pemerintahan yang perlu digali
dan dikembangkan oleh hakim dalam menyelesaikan sengketa peradilan tata usaha
Negara atau menguji suatu produk hukum.
B. Macam – Macam AAUPB (Principle of Good Public
Administration/ Algemene Behoorlijk Van Bestuur)
Didalam HAN kita dapat menemukan banyak
asas – asas umum pemerintahan yang baik (Principle
of good public administration/ Algemene behoorlijk van bestuur). Sebagaimana
disebutkan oleh SF Marbun, SH dan Moh. Mahfud, SH dalam bukunya yang berjudul “pokok-pokok hukum administrasi Negara” .
Adapun asas – asas umum pemerintahan yang baik tersebut dikategorikan ke dalam
tiga belas asas yaitu sebagai berikut :
1. Asas
Kepastian Hukum (principle legal of
security)
2. Asas
Keseimbangan (principle of proportionality)
3. Asas
kesamaan dalam mengambil keputusan pangreh (principle of equality)
4. Asas
bertindak cermat (principle of carefulness)
5. Asas
motivasi untuk setiap keputusan pangreh (principle of motivation)
6. Asas
jangan mencampur-adukkan kewenangan (principle of non misuse of competence)
7. Asas
permainan yang layak (principle of fair play)
8. Asas
keadilan atau kewajaran (principle of reasonable or prohibition of
arbitratriness)
9. Asas
menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised expectation)
10. Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang
batal (principle of undoing the consequences of an annulled decision)
11. Asas perlindungan atas pandangan (cara) hidup
pribadi (principle of protecting the personal way of life)
12. Asas kebijaksanaan (sapientia)
13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum
(principle of public service).[1]
Asas – asas yang telah disebutkan diatas
adalah asas – asas yang terdapat dalam hukum adminitrasi Negara tetapi ketiga
belas asas tersebut tidak dapat diterapkan secara keseluruhan dalam system
ketatanegaraan Indonesia. Hal ini disebabkan karna asas – asas peninggalan
belanda itu ada yang tidak sesuai dengan system ketatanegaraan Indonesia.
Namun, dalam praktik system
ketatanegaraan ada beberapa asas yang sering dipraktikkan oleh kelompok otoriterian
hegemoni kekuasaan mayoritas yang berada pada posisi sutruktur politik yang
akan bertindak melampaui batas - batas kewenangannya (willekeur) sehingga tindakan/kebijakan yang diambil dapat
menyimpang dari hukum yang hidup (levend
recht) yang pada awalnya menyangkut adagium supremacy of law berubah menjadi supremacy of power.
Adapun
asas – asas yang sering dipraktikkan oleh kelompok otoriterian hegemoni
kekuasaan mayoritas yaitu sebagai berikut :
1.
Asas netralitas dan
tidak berpihak (fair play)
2.
Asas kecermatan (zorgvuldigheid)
3.
Asas sasarn yang tepat (zuiverheid van oogmerk)
4. Asas
keseimbangan (ovenwichtigheid
equilibrium)
Berbeda halnya dengan Prof Muchsan yang
mengusulkan bahwa dengan melihat system politik hukum di indonesia maka hanya
ada lima asas yang dapat digunakan dalam system ketatanegaraan Indonesia yaitu
:
1. Asas
kepastian hukum (The principle of legal
certainty)
2. Asas
kepatutan atau kepantasan, keterbukaan (The
principle of fair play)
3. Asas
kecermatan atau kehati – hatian (The
principle of carefulous)
4. Asas
keseimbangan (The principle of balance)
5. Asas
ketepatan menetapkan sasaran.[3]
Sejauh pengetahuan penulis bahwa asas –
asas umum pemrintahan yang baik belum pernah dituangkan secara resmi ke dalam
suatu peraturan atau produk perunndang – undangan menjadi sebagai asas- asas
umu pemerintahan, sehingga kekuatan hukumnya yang secara yuridis formal belum
ada. Dalam hal ini, asas – asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB) tidak
memiliki kekuatan hukum sehingga penerapan asas tersebut dalam system
ketatanegaraan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Menurut penulis, asas – asas umum
pemerintahan yang baik hanya merupakan sebuah peristilahan atau penyebutan saja
yang dimana materi – materi dari asas
– asas tersebut hanya berserakan/tersebar diberbagai peraturan perundang –
undangan atau hanya dalam yurisprudensi. Jadi, dapat dikataka bahwa asas – asas
umum pemerintahan yang baik tidak ada peraturan formal yang secara khusus
mengenai asas – asas itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa asas – asas umum pemerintahan yang baik
lebih mengikat secara moral dan etika atau sebagai sumber hukum yang bersifat doktrinal.
D. Fungsi dan
Arti penting AAUPB
Pada awalnya, AAUPB dimaksudkan sebagai sarana
perlindungan hukum (rechtsbescherming) dan bahkan dijadikan sebagai instrumen
untuk peningkatan perlindungan hukum (verhoodge rechtsbescherming) bagi warga negara
dari tindakan pemerintah[4].
AAUPB selanjutnya dijadikan sebagai dasar penilaian dalam peradilan dan upaya
administrasi, di samping sebagai norma hukum tidak tertulis bagi tindakan
pemerintahan.
Menurut SF. Marbun, AAUPB memiliki arti
penting dan fungsi berikut:
1. Bagi
administrasi negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran dan
penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat samar
atau tidak jelas.
2. Bagi warga
masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat dipergunakan sebagai dasar
gugatan sebagaimana disebutkan dalam pasal 53 UU No. 5/1986.
3. Bagi hakim TUN,
dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan keputusan yang
dikeluarkan badan atau pejabat TUN.
4. Selain itu,
AAUPB tersebut juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang suatu
undang-undang.[5]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut
hemat penulis bahwa asas – asas umum pemerintahan yang baik dalam praktek
ketatanegaraan maupun dalam hukum tata Negara yang berlaku dalam system
ketatanegaraan Indonesia mendapat kedudukan yang sangat penting dalam system
administrasi Negara atau pemerintahan walaupun belum ada peraturan prundang –
undangan yang mengatur tentang asas – asas umum pemerintahan yang baik sehingga
kekuatan hukumnya secara yuridis formal belum ada. Namun, asas – asas tersebut
bisa dikembangkan melalui yurisprudensi yang kemudian akan melahirkan norma –
norma dan norma – norma yang dilahirkan akan dijadikan sebagai suatu landasan
untuk penggunaan atau penerapan dari asas – asas umum pemerintahan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Amos, HF. Abraham. Sistem Ketatanegaraan Indonesia.
Rajawali Pers, Jakarta, 2005
HR, Ridwan.
(2008). Hukum Administrasi Negara. Rajawali Pers, Jakarta, 2008
SF Marbun, Moh. Mahfud. Pokok - Pokok Hukum Administrasi
Negara, Liberty, Yogyakarta, 1987
Prof. Muchsan, Materi Kuliah politik Hukum, Yogyakarta, 2014
Nomensen Sinamo. Hukum
Administrasi Negara, Jala Permata Aksara,
Jakarta, 2010
[1] SF Marbun,SH. Moh. Mahfud, SH. Pokok-pokok
Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 1987, hlm 59-60
[2] HF Abraham Amos. Sistem
Ketatanegaraan Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2005, hlm 108
[3] Muchsan, Materi Kuliah
Politik Hukum, 2014
[4]Ridwan HR, Hukum administrasi
Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hlm 251