Polemik
Seleksi Hakim Konstitusi
Oleh. Kardiansyah Afkar
Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva melayangkan surat keberatan kepada Presiden
Joko Widodo terkait pengangkatan Refly Harun dan Todung Mulya Lubis menjadi
anggota Panitia Seleksi (Pansel) Hakim MK. Alasan penolakan dari kedua anggota
pansel yaitu persoalan independensi
kedua anggota tersebut, Ketua MK Hamdan Zoelva menilai bahwa independensi kedua
anggota tersebut dipertanyakan karena keduanya adalah seorang Lawyer (advokat) yang sering beracara di
MK, sehinnga hal tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest). Hal itu yang
menjadi salah satu dasar alasan protes atau penolakannya terhadap kedua anggota
pansel itu, karena tidak menutup kemungkinan mereka akan memilih calon hakim MK
yang bisa memuluskan kasus-kasus yang mereka tangani di MK. maka alasan itulah
yang mendasari penarikan diri Hamdan Zoelva dari bursa pencalonan hakim MK.
tetapi pandangan lain mengenai alasan penolakan tersebut bisa saja karena ada
faktor lain yaitu Refly Harun dan Todung Mulya Lubis memiliki catatan khusus
yang berhubungan dengan track record Hamdan Zoelva dimasa lalu, catatan itu
bisa saja mengenai catatan-catatan kasus hukum (korupsi) masa lalu yang
berindikasi adanya keterlibatan Hamdan Zoelva pada saat menjabat sebagai
anggota DPR atau kasus-kasus yang ada di MK saat ini. Sehingga apabila ia mencalonkan
diri kembali sebagai hakim MK maka besar kemungkinan tidak akan dipilih oleh
kedua anggota Pansel tersebut.
Seleksi Hakim MK oleh KY
Independensi
kekuasaan kehakiman di Indonesia dijamin dalam pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 bahwa
kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Organ kekuasaan kehakiman
mencakup Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. MK sebagai lembaga negara yang
independen dan merdeka yang bebas dari tekanan dan pengaruh eksekutif dan
legislatif. Mengenai seleksi atau perekrutan hakim MK tidak diatur dalam
konstitusi tetapi yang disebut dalam konstitutsi hanya syarat hakim MK atau
pemegang kekuasaan dalam menentukan hakim MK. Maka seleksi atau perekrutan
tersebut lebih bergantung kepada kekuasaan lembaga yang berwenang (eksekutif
atau legislatif) dalam menentukan hakim
kosntitusi. Hal tersebut disebakan karena pengaruh politik kepentingan yang
ingin turut campur dalam menentukan hakim MK.
Penulis
berpandangan bahwa semestinya perekrutan hakim MK diserahkan kepada Komisi
Yudisial (KY) sebagai panitia seleksi. Hal ini mengingat bahwa kekuasaan
kehakiman adalah kekuasaan yang independen dan merdeka dalam menyeleggarakan
peradilan. Penegasan independesi kekuasaan kehakiman dipertegas dengan pembentukan
KY yang dimuat dalam konstitusi yang bertujuan untuk mengurangi tekanan dan
pengaruh kepentingan eksekutif (presiden) dan legislatif (DPR) terhadap
yudikatif sehingga akuntabilitas dan prinsip checks and balances dapat berjalan dalam kekuasaan kehakiman terutama dalam perekrutan hakim MK.
Pembentukan KY untuk memperkuat
independesi kekuasaan kehakiman sebaiknya diberikan kewenangan sebagai panitia
seleksi hakim MK dan hasil seleksi tersebut selanjutnya diserahkan kepada presiden
untuk ditetapkan, jadi Presiden tidak lagi membentuk panitia seleksi yang dapat
menjadi polemik seperti saat ini, upaya pelibatan KY perlu dilakukan agar
kewenangan yang dimilikinya tidak hanya terbatas pada seleksi hakim Agung.
pelibatan KY dalam perekrutan hakim konstitusi merupakan hal yang sangat
positif karena dapat menguatkan fungsi KY dalam menjaga kehormatan, keluhuran
martabat dan prilaku hakim (semua hakim baik hakim MA maupun MK) sehingga tidak
ada suatu alasan bagi kita semua terutama bagi MK untuk menolak peran KY
sebagai instrument pengawasan dan perekrutan hakim MK, hal ini diperlukan agar
dapat meningkatkan akuntabilitas dan independesi lembaga yudikatif.
Seleksi
hakim konstitusi melalui Komisi Yudisial sebagai panitia seleksi tetap, akan
membawa dampak positif dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dengan cara ini akan
semakin memperkuat kedudukan dan peran KY terhadap pengawasan yudikatif. Hal
tersebut perlu diterapkan sehingga hakim konstitusi yang direkrut oleh DPR, MA
dan ditunjuk oleh presiden telah melalui proses seleksi yang trasnparan, partisipatif,
dan akuntabel melalui lembaga yang independen yaitu KY, agar dapat melahirkan
hakim-hakim konstitusi yang berintegritas dan professional dalam rangka
meneguhkan indenpendensi kekuasan kehakiman. Pemeranan KY dalam seleksi hakim
konstitusi diperlukan amandemen UUD 1945.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar