Minggu, 19 Juli 2015

Polemik Seleksi Hakim Konstitusi



 Polemik Seleksi Hakim Konstitusi  
Oleh. Kardiansyah Afkar

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva melayangkan surat keberatan kepada Presiden Joko Widodo terkait pengangkatan Refly Harun dan Todung Mulya Lubis menjadi anggota Panitia Seleksi (Pansel) Hakim MK. Alasan penolakan dari kedua anggota pansel  yaitu persoalan independensi kedua anggota tersebut, Ketua MK Hamdan Zoelva menilai bahwa independensi kedua anggota tersebut dipertanyakan karena keduanya adalah seorang Lawyer (advokat) yang sering beracara di MK, sehinnga hal tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest). Hal itu yang menjadi salah satu dasar alasan protes atau penolakannya terhadap kedua anggota pansel itu, karena tidak menutup kemungkinan mereka akan memilih calon hakim MK yang bisa memuluskan kasus-kasus yang mereka tangani di MK. maka alasan itulah yang mendasari penarikan diri Hamdan Zoelva dari bursa pencalonan hakim MK. tetapi pandangan lain mengenai alasan penolakan tersebut bisa saja karena ada faktor lain yaitu Refly Harun dan Todung Mulya Lubis memiliki catatan khusus yang berhubungan dengan track record Hamdan Zoelva dimasa lalu, catatan itu bisa saja mengenai catatan-catatan kasus hukum (korupsi) masa lalu yang berindikasi adanya keterlibatan Hamdan Zoelva pada saat menjabat sebagai anggota DPR atau kasus-kasus yang ada di MK saat ini. Sehingga apabila ia mencalonkan diri kembali sebagai hakim MK maka besar kemungkinan tidak akan dipilih oleh kedua anggota Pansel tersebut.  

Seleksi Hakim MK oleh KY

Independensi kekuasaan kehakiman di Indonesia dijamin dalam pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Organ kekuasaan kehakiman mencakup Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. MK sebagai lembaga negara yang independen dan merdeka yang bebas dari tekanan dan pengaruh eksekutif dan legislatif. Mengenai seleksi atau perekrutan hakim MK tidak diatur dalam konstitusi tetapi yang disebut dalam konstitutsi hanya syarat hakim MK atau pemegang kekuasaan dalam menentukan hakim MK. Maka seleksi atau perekrutan tersebut lebih bergantung kepada kekuasaan lembaga yang berwenang (eksekutif atau legislatif)  dalam menentukan hakim kosntitusi. Hal tersebut disebakan karena pengaruh politik kepentingan yang ingin turut campur dalam menentukan hakim MK.  

Penulis berpandangan bahwa semestinya perekrutan hakim MK diserahkan kepada Komisi Yudisial (KY) sebagai panitia seleksi. Hal ini mengingat bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang independen dan merdeka dalam menyeleggarakan peradilan. Penegasan independesi kekuasaan kehakiman dipertegas dengan pembentukan KY yang dimuat dalam konstitusi yang bertujuan untuk mengurangi tekanan dan pengaruh kepentingan eksekutif (presiden) dan legislatif (DPR) terhadap yudikatif sehingga akuntabilitas dan prinsip checks and balances dapat berjalan dalam kekuasaan kehakiman terutama dalam perekrutan hakim MK. Pembentukan KY  untuk memperkuat independesi kekuasaan kehakiman sebaiknya diberikan kewenangan sebagai panitia seleksi hakim MK dan hasil seleksi tersebut selanjutnya diserahkan kepada presiden untuk ditetapkan, jadi Presiden tidak lagi membentuk panitia seleksi yang dapat menjadi polemik seperti saat ini, upaya pelibatan KY perlu dilakukan agar kewenangan yang dimilikinya tidak hanya terbatas pada seleksi hakim Agung. pelibatan KY dalam perekrutan hakim konstitusi merupakan hal yang sangat positif karena dapat menguatkan fungsi KY dalam menjaga kehormatan, keluhuran martabat dan prilaku hakim (semua hakim baik hakim MA maupun MK) sehingga tidak ada suatu alasan bagi kita semua terutama bagi MK untuk menolak peran KY sebagai instrument pengawasan dan perekrutan hakim MK, hal ini diperlukan agar dapat meningkatkan akuntabilitas dan independesi lembaga yudikatif.

Seleksi hakim konstitusi melalui Komisi Yudisial sebagai panitia seleksi tetap, akan membawa dampak positif dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dengan cara ini akan semakin memperkuat kedudukan dan peran KY terhadap pengawasan yudikatif. Hal tersebut perlu diterapkan sehingga hakim konstitusi yang direkrut oleh DPR, MA dan ditunjuk oleh presiden telah melalui proses seleksi yang trasnparan, partisipatif, dan akuntabel melalui lembaga yang independen yaitu KY, agar dapat melahirkan hakim-hakim konstitusi yang berintegritas dan professional dalam rangka meneguhkan indenpendensi kekuasan kehakiman. Pemeranan KY dalam seleksi hakim konstitusi diperlukan amandemen UUD 1945.


  




Tidak ada komentar:

Posting Komentar