KONFLIK PARTAI GOLKAR
Oleh. Kardiansyah Afkar
Oleh. Kardiansyah Afkar
Dinamika Partai Politik (ParPol) akan selalu hadir dalam setiap ruang
dan dimensi dunia politik dan akan menjadi sorotan dan perdebatan dikalangan para
pakar dan elit politik, akan tetapi kebanyakan dari rakyat Indonesia bersikap
apatis terhadap kisruh Parpol yang terjadi akhir-akhir ini. Kisruh Parpol dapat
merusak tatanan dan sistem ketatanegaran karena dapat memberikan efek yang
buruk terhadap rakyat, maka kita tak boleh tinggal diam sebab ada adagium yang mengatakan bahwa ”Buta terburuk adalah buta politik. Orang yang buta politik tak sadar bahwa
biaya hidup, harga makanan, harga rumah, harga obat semuanya bergantung
keputusan politik. Membanggakan sikap anti politiknya, membusangkan dada dan
berkoar “aku benci politik”. Sungguh
bodoh Dia, yang tak mengatahui bahwa karena
Dia tidak mau tahu politik, akibatnya adalah pelacuran, anak terlantar,
perampokan, dan yang terburuk, korupsi dan perusahaan multinasional yang
menguras kekuasaan negeri”, (Bertolt Brecht, penyair Jerman, 1898-1956).
Dari adagium tersebut dapat disimpulkan bahwa parpol memiliki peranan yang penting dalam tatanan ketatanegaraan terutama
dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan dari berbangsa dan bernegara.
Polemik partai politik yang lagi hangat menjadi sorotan di media massa
saat ini yaitu kisruh Parpol yang berlambang pohon Beringin (Golkar), partai
yang pernah menjadi penguasa selama 32 tahun di bangsa ini. Polemik partai
Golkar saat ini tak dapat dielakkan dari persoalan conflict of interest para elit politisi dikalangan internal partai
itu sendiri. Golkar saat ini telah dilanda Angin Ribut Beringin (ARB) dan
dualisme kepengurusan yang terjadi di
internal partai Golkar dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi keberlangsungan
partai. Sebab kisruh yang terjadi antar kedua kubu tersebut akan membawa petaka
sehingga polemik yang berkepanjangan itu harus segera disudahi karena dapat
mempengaruhi perolehan suara partai Golkar dalam kontestasi politik yang akan
datang. Walaupun terkadang polemik dan dinamika itu diperlukan guna pendewasaan
politik tetapi polemik yang berkepenjangan dan tidak dikelolah dengan baik oleh
para elit partai Beringin itu dapat berdampak buruk yaitu, pertama, dapat mempengaruhi eksistensi Partai Golkar dalam
menghadapi pilkada serentak yang akan digelar pada tahun ini. Sebab polemik
yang terjadi tidak sehat dan dapat mengakibatkan Partai Golkar akan sangat
sulit memenangkan pilkada serentak di tiap-tiap daerah walaupun di daerah yang sudah
menjadi basis kekuatannya. Hal itu dapat disebabkan karena terpecahnya para
kader sehingga kerja-kerja politik pemenangan kepala daerah tak dapat berjalan
maksimal dan saling begal antar kader-pun akan terjadi di internal partai. Kedua, dapat mempengaruhi perolehan
suara pada pemilu serentak tahun 2019. Sebab kisruh yang terjadi di internal Golkar
saat ini, seakan-akan menunjukkan, memperlihatkan dan mempertontonkan ke publik
bahwa suasana politik di internal partai itu kurang sehat, sehingga praktek politik praktis-pun
terjadi bahkan dipraktekkan oleh para elit pemilik modal yang ingin menjadi
penguasa sehingga Angin Ribut Beringin (ARB) terus bergumuruh hanya karena
untuk mempertahankan eksistensi dan mengamankan diri serta kedudukannya. Ketiga, penulis berpandangan bahwa dampak
yang ketiga yaitu dampak yang tak diinginkan oleh pohon Beringin itu tetapi diharapkan
para elit Parpol lain yaitu, Beringin akan mengalami kemarau panjang yang dapat
mengakibatkan Dia akan mengering dan tak tampak kokoh lagi, sehingga
menyebabkan eksistensi partai itu akan hilang di tanah air. Hal itu dapat disebabkan
pula karena pelembagaan partai politik tak lagi berjalan dengan baik dan secara
efektif sehingga perbaikan struktur partai politik terabaikan baik pada tingkat
pusat maupun daerah.
Putusan Menkumham dan Hak Angket
Pro-Kontra Putusan Menkumham Yasonna Laoly banyak
menuai protes dari beberapa para pakar hukum tata negara dan para anggota
partai Golkar dari kubu Aburisal Bakri ketua umum Golkar versi munas Bali.
Mereka telah mengajukan gugatan dan melakukan protes dengan berbagai alasan
serta pendapat bahwa keputusan yang diambil oleh Yasonna Laoly, yang
mengukuhkan dan mengesahkan Agung Laksono sebagai ketua umum partai Golkar
versi munas Ancol adalah munas yang sah berdasarkan putusan Mahkamah partai.
Jika pendapat dari beberapa pakar ada yang mengatakan bahwa putusan Menkumham
tersebut tidak memiliki dasar hukum maka penulis berpandangan lain bahwa pendapat
tersebut keliru. Penulis berpandangan bahwa putusan yang diambil oleh Yasonna
Laoly telah sesuai dan memiliki dasar hukum.
Terkait putusan Yasonna Laoly dan kisruh Parpol Golkar
serta penyelesaiaanya telah diatur dalam Undang-Undang No. 2 tahun 2011 tentang
partai politik sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 yaitu, 1). Perselisihan Partai Politik
diselesaikan oleh internal Partai Politik sebagaimana diatur di dalam AD dan
ART. 2). Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh suatu Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain
yang dibentuk oleh Partai Politik. 3). Susunan Mahkamah Partai Politik atau
sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Pimpinan
Partai Politik kepada Kementerian. 4). Penyelesaian perselisihan internal
Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diselesaikan paling
lambat 60 (enam puluh) hari. 5). Putusan Mahkamah Partai Politik atau sebutan
lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan
dengan kepengurusan.
Putusan dua orang Majelis Mahkamah Partai Golkar yang
menyatakan bahwa Agung Laksono sebagai ketua umum partai Golkar versi munas
Ancol adalah munas yang sah karena pelaksanaan munas tersebut dilakukan secara
demokratis. Maka putusan kedua Majelis Mahkamah partai tersebut dianggap
bersifat final dan mengikat sebagaimana yang telah disebutkan dalam pasal 32
ayat (5) undang-undang No. 2 Tahun 2011 tentang partai politik. Sehingga
putusan kedua majelis tersebut dapat dijadikan sebagai dasar hukum dari keputusan Yasonna Laoly. Walaupun dalam
undang-undang Parpol tersebut diatur pula penyelesaian melalui peradilan
apabila pasal 32 dari undang-undang tersebut tidak terpenuhi. Tetapi penulis
berpendapat bahwa putusan Menkumham Yasonna Laoly yang mengukuhkan dan
mengesahkan Agung Laksono sebagai ketua umum partai Golkar sudah sesuai dengan
aturan undang-undang partai politik maka keputusan yang telah diambil oleh
Menkumham tersebut sudah memiliki dasar hukum dalam pengambilan keputusannya,
karena putusan dari dua orang Majelis Mahkamah partai Golkar telah memenuhi
unsur-unsur dari undang-undang parpol dan dapat dijadikan dasar dalam
pelaksanaan putusannya.
Persoalan hak angket yang akan
digulirkan oleh anggota DPR dari fraksi partai Golkar dan beberapa anggota DPR
lainnya dari Koalisi Merah Putih merupakan hal yang keliru pula, jika tujuannya
untuk menggulingkan Menkumham Yasonna Laoly dari jabatannya. Sebab dalam sistem
pemerintahan presidensil menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden, maka
yang dapat memberhentikan menteri hanyalah presiden. Sehingga dengan
digulirkannya hak angket tersebut, mereka hanya akan membuang-buang energi dan
beberapa agenda penting yang berkaitan dengan kepentingan hajat hidup rakyat banyak
akan terabaikan hanya karena demi kepentingan dari segelintir elit oligarki.
Apabila manuver politik terus
dilancarkan oleh kubu Aburisal Bakri dengan mengajukan gugatan di pengadilan
maka penulis berpandangan bahwa pengadilan akan tetap memenangkan kubu Agung
Laksono. Maka jalan yang harus ditempuh saat ini adalah mereka harus legowo dan
menerima putusan Menkumham yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap agar tak
ada lagi Angin Ribut Beringin (ARB) agar eksistensi partai tetap utuh dan kuat
layaknya pohon Beringin yang sejatinya. Untuk menjaga eksistensinya dalam ruang
politik maka diperlukan penyelamatan terhadap partai berlambang Beringin itu,
sebab jika hal tersebut tidak segera dilakukan maka partai Beringin itu akan
jatuh dan terpuruk dalam kontestasi politik di tanah air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar