Selasa, 21 Juli 2015

Asas-Asas Pemerintahan Yang Baik

BAB I
PENDAHULUAN

     A.  Latar Belakang Masalah
Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan unsur penting dalam suatu negara. Oleh karena itu, maka tidak berlebihan apabila salah satu faktor penentu krisis nasional dan berbagai persoalan yang melanda bangsa Indonesia bersumber dari kelemahan di bidang manajemen pemerintahan, terutama birokrasi, yang tidak lagi mengindahkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik.
Asas - asas umum pemerintahan yang baik (Algemene Behoorlijk Van Bestuur/General Principle Of Good Administration) merupakan jembatan antara norma hukum dan norma etika. Asas - asas tersebut ada yang tertulis dan tidak tertulis. Asas ini sebagai perwujudan pemerintahan yang baik, baik dari sistem dan pelaksanaan pemerintahan. Pada dasarnya dengan adanya kewenangan bagi administrasi negara untuk bertindak secara bebas dalam melaksanakan tugas-tugasnya maka ada kemungkinan bahwa administrasi negara melakukan perbuatan yang menyimpang dari peraturan – peraturan yang berlaku sehingga dapat merugikan masyarakat luas. Oleh sebab itu, sangat perlu adanya asas – asas pemerintahan untuk membatasi dari wewenang administrasi tersebut sehingga terhindar dari pelampauan wewenang. Dalam Perundangan-undangan formal kita yang tertulis sebagaimana yang tertuang dalam sebuah naskah UU. Di dalam UU tersebut sudah mengatur tentang asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu dalam UU RI No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, UU RI No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, dan UU RI No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Di dalam UU RI No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN Pasal 1 (6) yaitu Asas umum pemerintah, Asas Umum Pemerintahan Negara yang Baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, untuk mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
          B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas maka penulis dapat merumuskan beberapa masalah dalam penulisan makalah ini agar pembahasan didalam makalah ini tidak keluar dari konteks rumusan masalah yang telah ada. Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebaga berikut :
1.      Keunggulan dan kelemahan penggunaan asas umum pemerintahan yang baik ?
2.      Bagaimana kedudukan asas – asas umum pemerintahan yang baik dalam hukum formal ?
BAB II
PEMBAHASAN
     A.  Sejarah Terbentuknya Asas – Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB)
Sejak dianutnya konsepsi welfare staat dan menimbulkan adanya kekuasaan freies Ermessen, timbulah suatu kekhawatiran dari warga Negara atas terjadinya kesewenang-wenangan oleh pemerintah. Oleh karena itu pada tahun 1946 pemerintah Belanda membuat suatu komisi yang diketuai oleh De Monchy, Komisi ini selanjutnya disebut dengan komisi de Monchy.
Komisi ini bertujuan untuk memikirkan dan meneliti beberapa alternative untuk meningkatkan perlindungan hukum dari tindakan pemerintah yang menyimpang. Pada tahun 1950 komisi De Monchy kemudian melaporkan hasil penelitiannya tentang “verhoodgde rechtsbescherming” dalam bentuk Algemene Beginselen van Behorlijk Bestuur (ABBB) atau dapat pula disebut AAUPB. Namun, hasil dari penelitian komisi ini tidak seluruhnya disetujui pemerintah. oleh karena, itu komisi ini pada akhirnya dibubarkan dan dibentuk komisi yang baru, komisi ini bernama komisi van de Greenten dan komisi ini pun pada akhirnya dibubarkan juga.     
Dibubarkannya ke dua komisi diatas disebabkan karena pemerintah Belanda sendiri pada waktu itu tidak sepenuh hati dalam upaya meningkatkan perlindungan hukum warga negaranya. Meskipun demikian ternyata hasil penelitian De Monchy ini digunakan dalam pertimbangan putusan-putusan Raad van State dalam perkara administrasi. Dengan kata lain, walaupun AAUPB ini tidak mudah dalam memasuki wilayah birokrasi tetapi lain halnya dalam bidang peradilan.
Di Belanda, asas-asas umum pemerintahan dikenal dengan Algemene Beginselen van Behoorllijke Bestuur (ABBB). Di Inggris dikenal dengan The Principal of Natural Justice. Di Perancis disebut dengan Les Principaux Generaux du Droit Coutumier Publique. Di Belgia disebut dengan Aglemene Rechtsbeginselen. Di Jerman dikenal sebagai Verfassung Prinzipien. Di Indonesia dikenal dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB). Di Belanda, asas-asas umum pemerintahan yang baik (ABBB) dipandang sebagai norma hukum tidak tertulis, namun tetap harus ditaati oleh pemerintah. Diatur dalam Wet AROB (Administrative Rechtspraak Overheidsbeschikkingen) yakni Ketetapan-Ketetapan Pemerintah dalam Hukum Administrasi oleh Kekuasaan Kehakiman tidak bertentangan dengan apa dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-asas yang berlaku (hidup) tentang pemerintahan yang baik.
Hal ini dimaksudkan bahwa asas - asas tersebut sabagai asas yang hidup dalam system pemerintahan yang perlu digali dan dikembangkan oleh hakim dalam menyelesaikan sengketa peradilan tata usaha Negara atau menguji suatu produk hukum.
       B. Macam – Macam AAUPB (Principle of Good Public Administration/ Algemene Behoorlijk  Van Bestuur) 
Didalam HAN kita dapat menemukan banyak asas – asas umum pemerintahan yang baik (Principle of good public administration/ Algemene behoorlijk van bestuur). Sebagaimana disebutkan oleh SF Marbun, SH dan Moh. Mahfud, SH dalam bukunya yang berjudul “pokok-pokok hukum administrasi Negara” . Adapun asas – asas umum pemerintahan yang baik tersebut dikategorikan ke dalam tiga belas asas yaitu sebagai berikut :
1.      Asas Kepastian Hukum  (principle legal of security)
2.      Asas Keseimbangan (principle of proportionality)
3.      Asas kesamaan dalam mengambil keputusan pangreh (principle of equality)
4.      Asas bertindak cermat (principle of carefulness)
5.      Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh (principle of motivation)
6.      Asas jangan mencampur-adukkan kewenangan (principle of non misuse of competence)
7.      Asas permainan yang layak (principle of fair play)
8.      Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonable or prohibition of arbitratriness)
9.      Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised expectation)
10.   Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing the consequences of an annulled decision)
11.   Asas perlindungan atas pandangan (cara) hidup pribadi (principle of protecting the personal way of life)
12.   Asas kebijaksanaan (sapientia)
13.   Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service).[1]

Asas – asas yang telah disebutkan diatas adalah asas – asas yang terdapat dalam hukum adminitrasi Negara tetapi ketiga belas asas tersebut tidak dapat diterapkan secara keseluruhan dalam system ketatanegaraan Indonesia. Hal ini disebabkan karna asas – asas peninggalan belanda itu ada yang tidak sesuai dengan system ketatanegaraan Indonesia.
Namun, dalam praktik system ketatanegaraan ada beberapa asas yang sering dipraktikkan oleh kelompok otoriterian hegemoni kekuasaan mayoritas yang berada pada posisi sutruktur politik yang akan bertindak melampaui batas - batas kewenangannya (willekeur) sehingga tindakan/kebijakan yang diambil dapat menyimpang dari hukum yang hidup (levend recht) yang pada awalnya menyangkut adagium supremacy of law berubah menjadi supremacy of power.
Adapun asas – asas yang sering dipraktikkan oleh kelompok otoriterian hegemoni kekuasaan mayoritas yaitu sebagai berikut :
1.      Asas netralitas dan tidak berpihak (fair play)
2.      Asas kecermatan (zorgvuldigheid)
3.      Asas sasarn yang tepat (zuiverheid van oogmerk)
4.      Asas keseimbangan (ovenwichtigheid equilibrium)
5.      Asas kepastian hukum (rechtzekerheids legal certainty)[2] 
Berbeda halnya dengan Prof Muchsan yang mengusulkan bahwa dengan melihat system politik hukum di indonesia maka hanya ada lima asas yang dapat digunakan dalam system ketatanegaraan Indonesia yaitu :
1.      Asas kepastian hukum (The principle of legal certainty)
2.      Asas kepatutan atau kepantasan, keterbukaan (The principle of fair play)
3.      Asas kecermatan atau kehati – hatian (The principle of carefulous)
4.      Asas keseimbangan (The principle of balance)
5.      Asas ketepatan menetapkan sasaran.[3]

      C.  Kedudukan Algemene Behoorlijk Van Bestuur (AAUPB) dalam Hukum Formal.
Sejauh pengetahuan penulis bahwa asas – asas umum pemrintahan yang baik belum pernah dituangkan secara resmi ke dalam suatu peraturan atau produk perunndang – undangan menjadi sebagai asas- asas umu pemerintahan, sehingga kekuatan hukumnya yang secara yuridis formal belum ada. Dalam hal ini, asas – asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB) tidak memiliki kekuatan hukum sehingga penerapan asas tersebut dalam system ketatanegaraan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Menurut penulis, asas – asas umum pemerintahan yang baik hanya merupakan sebuah peristilahan atau penyebutan saja yang dimana    materi – materi dari asas – asas tersebut hanya berserakan/tersebar diberbagai peraturan perundang – undangan atau hanya dalam yurisprudensi. Jadi, dapat dikataka bahwa asas – asas umum pemerintahan yang baik tidak ada peraturan formal yang secara khusus mengenai asas – asas itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa    asas – asas umum pemerintahan yang baik lebih mengikat secara moral dan etika atau sebagai sumber hukum yang bersifat doktrinal.
      D.  Fungsi dan Arti penting AAUPB
Pada awalnya, AAUPB dimaksudkan sebagai sarana perlindungan hukum (rechtsbescherming) dan bahkan dijadikan sebagai instrumen untuk peningkatan perlindungan hukum (verhoodge rechtsbescherming) bagi warga negara dari tindakan pemerintah[4]. AAUPB selanjutnya dijadikan sebagai dasar penilaian dalam peradilan dan upaya administrasi, di samping sebagai norma hukum tidak tertulis bagi tindakan pemerintahan.
Menurut SF. Marbun, AAUPB memiliki arti penting dan fungsi berikut:
1.      Bagi administrasi negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat samar atau tidak jelas.
2.      Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat dipergunakan sebagai dasar gugatan sebagaimana disebutkan dalam pasal 53 UU No. 5/1986.
3.      Bagi hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan badan atau pejabat TUN.
4.      Selain itu, AAUPB tersebut juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang suatu undang-undang.[5]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Menurut hemat penulis bahwa asas – asas umum pemerintahan yang baik dalam praktek ketatanegaraan maupun dalam hukum tata Negara yang berlaku dalam system ketatanegaraan Indonesia mendapat kedudukan yang sangat penting dalam system administrasi Negara atau pemerintahan walaupun belum ada peraturan prundang – undangan yang mengatur tentang asas – asas umum pemerintahan yang baik sehingga kekuatan hukumnya secara yuridis formal belum ada. Namun, asas – asas tersebut bisa dikembangkan melalui yurisprudensi yang kemudian akan melahirkan norma – norma dan norma – norma yang dilahirkan akan dijadikan sebagai suatu landasan untuk penggunaan atau penerapan dari asas – asas umum pemerintahan yang baik.

 DAFTAR PUSTAKA

Amos, HF. Abraham. Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Rajawali Pers, Jakarta,  2005
HR, Ridwan. (2008). Hukum Administrasi Negara. Rajawali Pers, Jakarta, 2008
SF Marbun, Moh. Mahfud. Pokok - Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 1987
Prof. Muchsan, Materi Kuliah politik Hukum, Yogyakarta, 2014
 Nomensen Sinamo. Hukum Administrasi Negara, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2010


[1] SF Marbun,SH. Moh. Mahfud, SH. Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 1987, hlm 59-60
[2] HF Abraham Amos. Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2005, hlm 108
[3] Muchsan, Materi Kuliah Politik Hukum, 2014
[4]Ridwan HR, Hukum administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hlm 251
[5] Nomensen Sinamo. Hukum Administrasi Negara, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2010, hlm 142-143

Tidak ada komentar:

Posting Komentar